MOS (Masa Orientasi Siswa) yang mengantarkan seorang siswa menuju penciptanya!

Surabaya – Surya -Kegiatan Masa Orientasi Siswa (MOS) di sekolah memakan korban jiwa. Roy Aditya Perkasa, 16, siswa baru SMAN 16 Surabaya meninggal dunia saat menjalani hari terakhir MOS di sekolahnya, Rabu (15/7) sore. Alumni SMPN 35 itu meninggal setelah sempat dilarikan dan mendapat perawatan di RSI Jemur Sari sekitar pukul 16.00 WIB.

Menurut Kepala SMAN 16 Abu Djauhari, Roy meninggal dunia setelah secara mendadak tak sadarkan diri saat mengikuti MOS di aula sekolah. Saat itu seluruh siswa baru dikumpulkan di aula untuk mengikuti materi atraksi yang disajikan anggota OSIS. “Dia yang duduk bersama peserta lain tiba-tiba ambruk dan kencing di tempat, sekitar pukul 14.30 WIB,’ ujar Abu.

Panitia dan guru langsung membawa Roy ke ruang UKS dan menghubungi keluarganya. “Saat itu kondisinya kadang sadar dan bergerak-gerak, kadang diam, tapi matanya terus tertutup,” papar Abu.

Setelah ibunya, Ny Mulyantini, 50, datang ke sekolah, Roy dilarikan ke RSI Jemursari. Meski sempat mendapat perawatan, nyawa Roy tak tertolong dan ia menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 16.00 WIB setelah beberapa kali tarikan nafasnya terdengar seperti orang mendengkur.

Isak tangis pun mewarnai suasana Instalasi Kedokteran dan Forensik (IKF) RSU Dr Soetomo Surabaya saat jenasah Roy menjalani otopsi. Ny Mulyantini terlihat shock. Dia meratapi kematian anak bungsu dari tiga bersaudara tersebut.

”Saya tidak menyangka secepat ini dia pergi. Karena saat berangkat ke sekolah dan selama ini dia juga tak punya penyakit apa-apa,” kata Ny Mulyantini didampingi suaminya, Saidi, 60, purnawirawan TNI AL warga Jl Flamboyan AH 16 Wisma Tropodo Sudoarjo.

Sementara itu Kepala SMAN 16 Abu Djauhari menegaskan, dalam pelaksanaan MOS di sekolahnya sama sekali tak diperbolehkan ada kekerasan atau hukuman fisik. Ia memaparkan, saat Roy pingsan, saat itu kegiatan siswa baru adalah menonton atraksi para siswa pengurus OSIS. “Saat itu ada spontanitas anak OSIS, mereka seperti emosi-emosian begitu, cuma sandiwara. Apakah dia (Roy) kaget atau bagaimana, kami tidak tahu,” kata Abu. Tapi yang mengherankan, menurut Abu dan beberapa guru, saat ambruk itu kondisi Roy kencing di celana.

MOS SMAN 16 diikuti 239 siswa baru. MOS berlangsung tiga hari. Hari pertama, Senin (13/7) ,siswa baru wajib mengikuti kegiatan dimulai pukul 06.00 hingga 13.00 WIB. Hari kedua, Selasa (14/7), peserta menjalani kegiatan pukul 05.30 hingga 13.00 WIB. Hari ketiga, Rabu (15/7), dimulai pukul 06.00 WIB dan berakhir pukul 19.00 WIB dengan acara api unggun.

Kemarin kegiatan MOS SMAN 16 diawali absensi di kelas pukul 06.00 WIB. Pemberian materi pertama tentang kepemimpinan dimulai pukul 07.00 WIB. Berikutnya diisi materi pengenalan komponen sekolah, pengenalan komponen OSIS dan program OSIS yang diselingi waktu istrahat, snack, dan ibadah.

Penutupan MOS dilaksanakan pukul 12.30 hingga 13.15 WIB. Setelah makan siang kegiatan dilanjutkan pengumuman reward dan atraksi. Pada sesi atraksi itulah Roy tidak sadarkan diri. Karena adanya peristiwa itu, rencana kegiatan MOS hingga malam hari dibatalkan. Seluruh siswa dipulangkan pukul 17.00 WIB.

Ditanya tentang kabar adanya keluhan Roy selama mengikuti MOS, Abu Djauhari menjawab selama ini Roy tak pernah menyampaikan keluhan kesehatan. Pihak sekolah menduga Roy memiliki gangguan kesehatan yang akhirnya melatarbelakangi kematiannya. Dugaan itu diperkuat keterangan teman dekat Roy yang menyatakan pada pihak sekolah bahwa semasa di SMP, Roy pernah mengalami kejadian serupa. “Ada teman dekatnya selama di SMP dan sekarang juga sekolah di sini menyatakan seperti itu, tapi katanya saat di SMP itu Roy bisa kembali sehat,” tambah Abu.

“Ibunya sendiri waktu di UKS bilang; ‘kamu kok mesti begini toh le, mesti pingsan kalau kecapekan`,” ujar Abu menirukan ungkapan ibu Roy ketika di ruang UKS.

Takut Dimarahi
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan Surya, ditemukan ada perbedaan versi kronologi jatuhnya Roy. Jika Kepala SMAN 16 menyatakan Roy ambruk di saat para siswa duduk di aula menonton atraksi, namun siswa pengurus OSIS ada yang menyebut Roy ambruk ketika peserta dibariskan di aula dan acara belum berlangsung.

Informasi lain menyebut Roy terlalu kelelahan mengikuti MOS karena semalaman tak bisa tidur. “Katanya dia takut dimarahi karena tidak membawa kayu bakar untuk acara api unggun,’ ujar seorang guru SMAN 16.

Hal ini senada dengan pengakuan ibunda Roy, Ny Mulyantini yang menyebut Roy mengeluhkan adanya tugas membawa kayu bakar ke sekolah. ”Dia bilang takut ke sekolah karena tidak membawa kayu bakar. Takut kalau dimarahi atau dipukuli kakak kelasnya karena tidak membawa itu,” jelasnya.
Ny Mulyantini juga menegaskan anaknya tidak memiliki penyakit. Hal itu berdasar hasil chek up yang dilakukan di RS Husada Utama sebelum mendaftar di SMA N 16.

Sementara itu, Kanit Reskrim Polsekta Tenggilis, Ipda Budi yang meminta keterangan beberapa saksi, mengatakan kalau dari hasil pemeriksaan sementara, tidak ada kekerasan yang dialami Roy sebelum meninggal.

Hal itu ditegaskan pula oleh Kapolresta Surabaya Timur AKBP Samudi yang datang ke IKF RSU Dr Soetomo. ”Dari hasil visum luar, tidak ditemukan adanya tanda-tanda bekas kekerasan. Hanya pada bibir dan kuku di jari-jari korban terlihat membiru,” jelas Samudi.
Apa penyebab bibir dan kuku membiru, menurut Samudi masih harus menunggu hasil otopsi dalam yang akan keluar seminggu lagi. ”Tapi kami akan selidiki kasus ini dengan meminta keterangan beberapa saksi lain,” tandasnya.

Di IKF kemarin juga terlihat Kepala Dinas Kesehatan Surabaya dr Esti Martiana Rachmie, yang mengaku bahwa orangtua korban dan para guru serta jajaran di SMA N 16 adalah rekan-rekannya.

Ditanya kemungkinan penyebab meninggalnya Roy, dr Esty hanya menyatakan dalam kasus kematian mendadak pada seusia Roy, biasanya karena Arterio-Venous Malformation (AVM) atau malformasi pada pembuluh darah arteri dan vena dengan banyak pirau yang saling berhubungan tanpa pembuluh darah kapiler sehingga rentan terjadi penyumbatan di otak.

”AVM merupakan kelainan kongenital atau bawaan lahir yang jarang terjadi namun berpotensial memberikan gejala neurologi yang serius apabila terjadi pada vaskularisasi otak dan bahkan berisiko menimbulkan kematian,” jelas dr Esty. Mendeteksi apakah orang menderita AVM atau tidak, juga sangat sulit. Kalaupun ada, biasanya ada gejala nyeri di kepala diikuti dengan kejang. Namun itu sangat jarang sekali, katanya.

Namun dr Esty menegaskan, informasi itu bukan untuk kasus Roy. Karena untuk kasus Roy harus berdasarkan hasil visum yang dilakukan IKF RSU Dr Soetomo.

Sementara itu Kadindik Surabaya Sahudi menyatakan masih melakukan pengumpulan data terkait peristiwa kematian siswa dalam pelaksanaan MOS. ‘Kami belum bisa berkomentar apa-apa, kami masih mengumpulkan data dulu saat ini,’ ujar Sahudi.

Sementara itu, suasana rumah di Jl Flamboyan AH 16 Wisma Tropodo dipenuhi duka. Para tetangga berdatangan. Jenasah Roy Aditya dimakamkan pukul 22.25 WIB di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kepuh Permai.

Lita, kakak sulung Roy yang bekerja di Bank Mandiri, hanya bisa mengenang sedikit tentang adiknya. ”Yang saya tahu dia menyiapkan peralatan untuk MOS, Selasa malam kemarin. Ada batu bata, pita, kertas. Sibuk sekali,” kata Lita yang masih punya satu adik lagi yang lulus AAL tahun 2007.

Anak bungsu keluarga Saidi ini dikenal pendiam. Dia juga sangat penurut. Tak ada yang mengira Roy akan meninggal ketika dia bersemangat ingin merasakan sekolah barunya di SMAN 16 Surabaya.
Ny Endang, saudara ibu Roy, menuturkan bahwa keluarga sudah menyerahkan masalah ini untuk ditangani polisi. Dia berharap kejadian ini tidak menimpa anak MOS yang lain.
Keluarga masih menunggu kepastian pemakaman Roy. rey/rie/mif

DIarsipkan di bawah:Lokal | Ditandai: MOS, tewas

0 comments:

Leave a Comment

Back to Home Back to Top women see like me. Theme ligneous by pure-essence.net. Bloggerized by Chica Blogger.